Prajurit Amerika Serikat (AS) dikabarkan dalam kondisi mabuk, saat melakukan pembantaian atas 16 warga sipil Afghanistan 11 Maret lalu. Dia juga dilaporkan tengah terguncang usai mengetahui rekannya kehilangan kaki akibat bom.
Prajurit yang identitas belum dipublikasikan hingga saat ini, dilarikan ke Kuwait oleh militer AS. Sebelumnya prajurit berpangkat sersan tersebut ditahan di pangkalan militer AS di Kandahar.
Selain diduga mabuk saat melakukan aksi pembantaiannya, prajurit itu dikabarkan juga tengah terbebani dengan kondisi stress dalam penugasannya di Afghanistan.
Termasuk juga dengan masalah pernikahan dan terguncang akibat seorang rekannya kehilangan kaki, sehari sebelum pembantaian yang dilakukannya.
"Dengan semua masalah yang tengah dihadapinya dan disertai kombinasi stress, masalah alkohol dan masalah keluarga. Dia (prajurit pelaku pembantaian) hanya akan kehilangan kendali," ungkap seorang perwira tinggi militer AS seperti dikutip The New York Times, Jumat (16/3/2012).
Sementara John Henry Browne yang ditunjuk menjadi pengacara prajurit pembantai tersebut mengatakan, keluarga dari pelaku saat ini tengah dalam perlindungan militer AS di Pangkalan Lewis-McChord, dekat Tacoma.
Browne menolak untuk memberi tahu identitas dari pelaku. Tetapi dirinya membenarkan bahwa prajurit maut itu sempat menderita luka perang dua kali. Dia bersama dengan keluarga mengira akan pulang kembali usai menyelesaikan tugas sebelumnya di Irak.
"Dia tidak menyukai mengenai kabar dipindahtugaskan ke lokasi lain. Istrinya hingga saat ini masih dalam kondisi terguncang," ucap Browne.
Browne pun menambahkan pelaku tidak memiliki rasa benci terhadap Muslim. Biasanya prajurit berusia 38 tahun itu selalu bersikap santun. Browne mengaku pihaknya tidak mengenai masalah kecanduan alkohol yang dialami prajurit itu dan menyebutkan pernikahannya pun tidak dilanda masalah.
Minggu 11 Maret lalu, Afghanistan dikejutkan dengan 16 warga sipil yang tewas dibantai saat mereka tengah terlelap tidur. Diantara 16 korban yang tewas terdapat sembilan anak-anak, pelaku pun dikabarkan membakar beberapa jasad dari korban kekejamannya.
Insiden ini menimbulkan masalah baru dalam hubungan pasukan koalisi NATO yang dipimpin AS dengan Afghanistan. Kamis 15 Maret kemarin, Presiden Afghanistan Hamid Karzai mengusir pasukan NATO keluar dari desa-desa di negera tersebut.
Rakyat Afghanistan yang diwakili oleh pihak parlemen mendesak agar pelaku untuk diadili di Afghanistan. Namun pada kenyataannya pelaku dilarikan ke Kuwait.
Meskipun Menteri Pertahanan AS Leon Panetta menyatakan pelaku bisa jadi dijatuhi hukuman mati, sepertinya hal tersebut tidak memuaskan pihak Afghanistan. Sumber Okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar