Selasa, 28 Februari 2012


Ini Sebabnya Properti di Jakarta Laris Manis

Berdasarkan jenis, 60% properti di Jakarta akan didominasi oleh apartemen dan perkantoran.




Pasar properti, khususnya apartemen, di Jakarta diprediksi akan terus tumbuh menyusul diajukannya revisi hak kepemilikan properti asing menjadi 60 tahun. Sebelumnya, hak kepemilikan properti asing dalam UU Agraria hanya selama 25 tahun, kemudian diperpanjang 20 tahun, dan dapat diperpanjang lagi 25 tahun.

Dalam buku Jakarta Investment Guide 2012 yang terbitkan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Raya, peraturan baru ini jauh lebih menguntungkan karena pemilik properti memiliki kepastian dan tak perlu memperpanjang hak.

Selain itu aturan yang rencananya masuk dalam Undang-undang Rumah Susun, kepemilikan asing masuk dalam hak guna bangunan (HGB). Status ini lebih tinggi dibandingkan dengan aturan kepemilikan lama yang hanya hak sewa atau hak pakai.

Di tengah keterbatasan lahan, sektor properti di Jakarta akan tetap menjadi sektor yang paling berkembang. Secara kasat mata, pertumbuhan gedung tinggi --baik apartemen, kantor, maupun hotel-- sangat tinggi. Hal ini seiring dengan bisnis properti memasuki siklus keemasan empat dan tujuh tahunan. "Sehingga saat ini hingga 2013, bisnis properti akan terus tumbuh hingga 15 persen," tulis buku itu.

Berdasarkan jenis, 60 persen properti di Jakarta akan didominasi oleh apartemen dan perkantoran, dengan kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan sebagai daerah unggulan. Setelah itu baru disusul Jakarta Utara.

Selain karena rencana aturan kepemilikan asing, pertumbuhan properti di Jakarta juga akan didorong oleh tingginya tingkat kemacetan di Jakarta, sehingga konsumen lebih memilih membeli properti, khususnya apartemen, di tengah kota dibandingkan di sekitar Jakarta.

Tingginya rata-rata pendapatan penduduk Jakarta yang mencapai Rp80 juta per tahun juga turut menjadi penyumbang larisnya properti. Yang tak kalah penting, rendahnya suku bunga juga menjadi faktor penentu ramainya pasar ini.

Dalam buku itu juga diterangkan bahwa properti merupakan salah satu investasi yang bisa menaklukkan inflasi, yang mencapai 6-7 persen. Tingkat imbal hasil properti bisa mencapai 15 persen per tahun. Tentunya investasi ini lebih menarik dibandingkan dengan porto folio yang lain. Hanya saja properti tidak cukup likuid dibandingkan dengan investasi yang lain. Sebab, penjualan properti biasanya memakan waktu yang lama.
Jaringan website properti, iProperti Group, mengungkapkan mayoritas penduduk Indonesia belum menjadikan properti sebagai instrumen investasi jangka panjang.

"Jenis properti lain seperti perumahan yang disubsidi oleh pemerintah, hotel, dan ruko hanya dipilih sebagian kecil masyarakat Indonesia," kata Chief Executive Officer (CEO) iProperti Group, Shaun Gregorio, beberapa waktu lalu.
Hasil Survei
Dari survei iProperti, mayoritas penduduk Indonesia yang disurvei telah memiliki rumah sebesar 91,2 persen. Sementara itu, 4,9 persen lainnya memiliki apartemen.

Shaun mengungkapkan, dalam survei itu juga diketahui bahwa 33,6 persen dari sampel yang disurvei, memiliki satu atau lebih properti. Namun, dibandingkan negara lain, kepemilikan properti Indonesia dinilai lebih rendah.

"Misalnya Malaysia sebesar 40 persen. Penduduk Malaysia memiliki dua atau lebih properti dan merupakan proporsi yang lebih tinggi dibandingkan di negara lain," ujar dia. (ren)
•(Sumber VIVA news) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar